Rangkuman Modul 7 : INOVASI DAN REPRESENTASI


Kegiatan Belajar 1: Inovasi dan Kreativitas
Disamping melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, aktuasi, dan pengawasan maka seorang manajer juga dituntut untuk dapat melaksanakan suatu fungsi  lain yaitu fungsi inovasi (innovation). Menurut Peter Drucker dalam memimpin suatu bisnis seorang manajer tidak dapat hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasif atau pengambilan keputusan saja, tetapi ia harus melakukan pekerjaan yang sifatnya lebih kreatif. Langkah pertama dalam inovasi adalah  penciptaan ide baru, yang sering dalam bentuk inspirasi muncul secara tiba-tiba. Dalam buku Ernest Dale, yaitu Management Theory and Practice, disebutkan beberapa proses kreativitas yang dapat dilakukan oleh seorang manajer untuk mengembangakan suatu kreativitas yang ada dalam organisasinya. Proses kreativitas tersebut adalah:
1.        Menggali kreativitas yang tersembunyi (kreativitas laten) yang dianggap dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda;
2.        Mengidentifikasikan orang-orang yang secara alamiah mempunyai kreativitas yang tinggi;
3.        Mengembangkan dan menciptakan suatu suasana yang dapat lebih mendorong timbulnya kreativitas.
Menurut pandangan Terry, kapasitas dari kebanyakan manajer dan nonmanajer untuk menemukan ide-ide baru dan kemudian menerapkannya dapat menjadi berlipat ganda dalam suatu periode yang pendek, apabila mereka mengembangkan suatu sikap yang membebaskan pikiran mereka dari ikatan mental mengenai pola atau kebiasaan, konformitas, dan kebudayaan. Empat hal utama yang menghambat seseorang untuk menemukan ide-ide adalah:
1. Tidak adanya/kurangnya kepercayaan diri (self confidence);
2. Takut untuk menghadapi kritikan-kritikan dan kegagalan;
3. Bermaksud untuk menyesuaikan diri;
4. Tidak cakap untuk berkonsentrasi.
Untuk mengurangi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh inovasi maka dapat digunakan suatu cara yang disebut innovative imitation. Oleh karena itu, maka dianjurkan suatu sistem untuk mengawasi inovasi yang dikembangkan oleh pihak lain, sampai pada saat yang tepat, yaitu inovasi tersebut mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dengan baik.
Dalam menerapkan ide dasar diperlukan suatu ide kecil sebagai tambahan dalam rangka untuk mencapai sukses akhir. Menurut Tery dibutuhkan beberapa point dalam penerimaan suatu ide tersebut, yaitu:
1.        Apakah ide-ide tersebut sudah dibuat secara terperinci dan lengkap?
2.        Tuliskan keuntungan-keuntungan yang mungkin dicapai dengan penggunaan ide baru tersebut.
3.        Buatlah ide baru tersebut mudah dimengerti dan dipahami oleh setiap orang.
4.        Bicarakan ide baru tersebut dengan beberapa orang untuk melihat kemungkinan terdapatnya kelemahan-kelemahan yang membutuhkan perbaikan.
5.        Sajikan rencana ide yang sudah diperbaharui tersebut pada saat yang tepat.

Kegiatan Belajar 2: Pembentukan Bagian Penelitian dan Pengembangan
Di dalam suatu perusahaan diperlukan suatu bagian yang menangani masalah penelitian dan pengembangan bagi usahanya. Dalam penelitian dan pengembangan diperlukan pembatasan untuk menyusun strategi pemasaran yang searah dengan tujuan organisasi. Adapun yang diperlukan dalam pembentukan bagian penelitian dan pengembangan untuk organisasi, yaitu:
a.     Pengorganisasian bagian riset dalam perusahaan.
       Suatu bagian riset pada suatu perusahaan pada umumnya berada di bawah serang direktur riset yang paham tentang tujuan manajemen serta dapat menjadi seorang pemimpin (administrator). Cara pengorganisasian yang dilakukan dibagian riset ada dua yaitu pengorganisasian secara tradisional dan pengorganisasian dalam bentuk organisasi gugus tugas.

b. Memilih Proyek
Dalam mengusulkan proyek yang diteliti harus mendapatkan persetujuan dari direktur riset. Usulan-usulan proyek tersebut harus dirapatkan dahulu dalam suatu komite yang terdiri dari beberapa kepala bagian yaitu kepala bagian pemasaran, kepala bagian keuangan dan kepala bagian perencanaan jangka panjang. Apabila komite menerima usulan proyek riset tersebut barulah diizinkan penyedia biaya guna mengosep proyek penelitian serta menyusun struktur variable-variabel dan operasionalisasi hubungan variable-variabel tersebut. Setelah berhasil dikonseptualkan maka proyek tersebut harus dipresentasikan oleh komite, jika disetujui maka direktur penelitian akan memberikan perlengkapan dan pegawai yang dibutuhkan untuk mewujudkan proyek tersebut.

c. Inovasi dalam Manajemen
Inovasi dalam manajemen sering berkisar dalam masalah mengembangkan bagaimana mengombinasikan kerja yang ada dengan kreativitas yang muncul. Salah satu sistem yang mendorong kreativitas ke arah inovasi perlu dikembangkan dalam dunia usaha atau perusahaan. Salah satu caranya bahwa setiap orang dalam organisasi perusahaan dapat menyampaiakan atau mengusulkan idenya untuk diterapkan dalam pekerjaan pada bagian masing-masing. Jika ide ini tepat untuk bagiannya, selanjutnya pimpinan bagian dengan tembusan kepada bagian riset dan bagian pemasaran, selanjutnya akan mencoba menerapkan ide tersebut namun jika tidak cocok maka ide tersebut ditinggalkan. Program iklim tersebut akan membantu terpeliharanya iklim kreativitas, member semangat kepada anggota ataupun manajer untuk tetap memerlukan pikirannya dalam rangka inovasi.

Kegiatan Belajar 3: Representasi sebagai Usaha Memperluas Hubungan

Perusahaan akan selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan supplier (rekanan) dalam rangka menjamin agar tidak terganggunya sumber-sumber atau supplier. Demikian pula hubungan dengan bank ataupun lembaga-lembaga keuangan yang lain dalam rangka kebutuhan keuangan ataupun penjualan saham bagi perusahaannya serta  melakukan hubungan dengan maasyarakat umum, pemerintah dan serikat buruh. Kegiatan semacam ini merupakan fungsi representasi yang mana perusahaan tidak dapat hidup atau beroperasi tanpa adanya hubungan-hubungan dengan kelompok luar apakah masyarakat, leveransir, pemerintah atau lembaga keuangan, Bank dan sebagainya.






Rangkuman Modul 8: TEORI DAN PRAKTIK PEMBUATAN KEPUTUSAN
Kegiatan Belajar 1: Beberapa Teori Pembuatan Keputusan
Beberapa teori pembuatan keputusan, yaitu:
1.    Teori Ekonomi Tradisional
       Teori ini tentang pembuatan keputusan berpegang pada teori yang mengatakan bahwa perusahaannya selalu berusaha mencari keuntungan semaksimal mungkin. Teknik yang dikenal dalam ekonomi tradisional ini sering dikenal dengan analisis marjinal.
2.    Teori Keputusan Matematis
       Penggunaan matematika dalam teknik pembuatan keputusan sangat dirasakan kegunaannya terutama dalam menghindari risiko serta ketidakpastian yang mungkin terjadi. Walaupun teknis matematis tidaklah mendikte keputusan, melainkan hanya menyediakan suatu cara sistematis yang hanya memperlihatkan akibat-akibat yang mungkin terjadi jika pembuat keputusan menghadapi masalah di mana banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hasil di kemudian hari.
3.    Teori Psikologis
       Teori ini dimaksudkan untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam benak seorang pembuat keputusan ketika ia membuat suatu keputusan. Menurut H.A. Simon mengatakan bahwa manajer cenderung untuk satisfied, yaitu mencari jawaban-jawaban yang cukup baik. Psikologi pembuatan keputusan juga berhubungan dengan kebingungan antaratujuan dan cara yang sering terjadi dalam perusahaan yang modern. Salah satu penyebab hal  ini adalah adanya keinginan manajer untuk memperoleh apa yang disebut prestise atau gengsi. Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi keputusan yang akan diambil seorang pembuat keputusan adalah dengan mengenal gambaran si pembuat keputusan mengenai dunia usaha.

Kegiatan Belajar 2: Proses Pembuatan Keputusan
Keputusan-keputusan yang dibuat dalam organisasi niaga dapat digolongkan menjadi (1) kebijakan, (2) keputusan administratif, serta (3) keputusan adhoc. Kebijakan merupakan keputusan yang paling tinggi tingkatnya, kemudian berturut-turut keputusan administratif dan keputusan adhoc (eksekutif). Oleh sebab itu, kebijakan diputuskan oleh pucuk pimpinan (top management), sedangkan keputusan yang lebih rendah diambil oleh para manajer / pegawai yang mempunyai tingkatan yang lebih rendah pula.
Di dalam proses pembuatan keputusan, kita tidak dapat mengabaikan faktor-faktor yaitu:
1. Faktor Rasionalitas dan Irasionalitas, dibuat berdasarkan tujuan yang sudah dirumuskan dengan jelas serta mempertimbangkan alternatif-alternatif beserta akibat yang ditimbulkan, yang mana tergantung dari situasi dan pribadi dari para pembuat keputusan. Dalam ilmu ekonomi, pola dari suatu pembuat keputusan rasional sering kali dirumuskan (1) membuat asumsi tertentu dengan maksud menyederhanakan agar keputusan dapat dibuat, (2) mempertimbangkan akibat (konsekuensi) dari berbagai alternatif tindakan yang dijalankan dan (3) relaxing (relaksasi) asumsi-asumsi.
2. Faktor Kuantifikasi, yang mana teori keputusan matematis digunakan pada keputusan yang dikuantifikasikan
3. Faktor Nonkuantifikasi, keputusan yang faktor-faktornya tidak dapat dikuantifikasikan misalnya dalam mengevaluasi kebutuhan upah serikat pekerja karena adanya banyak faktor nonkuantifikasi sehingga diperlukan wawasan luas dan firasat dalam menentukan faktor nonkuanifikasi.

Kegiatan Belajar 3: Memperbaiki Pembuatan Keputusan
Dalam memperbaiki keadaan perusahaan diperlukan perbaikan terhadap perbuatan keputusan yang dibuat dapat dibantu dengan cara:
1.        Memberikan lebih banyak latihan (training) kepada bawahannya mengenai bidang di mana mereka tidak dapat membuat keputusan dari berbagai pandangan yang saling berlawanan.
2.        Mengubah struktur organisasi dan memberikan wewenang lebih banyak dan jelas pada pegawai garis (lini).
3.        Mengubah sikap manajemen tingkat tertinggi, dan hal ini tentunya dapat dilakukan oleh mereka sendiri.
4.        Perlu ditingkatkan pengenalan terhadap berbagai pemikiran atau praktik-praktik yang keliru yang sering terjadi dalam suatu perusahaan.








Rangkuman Modul 9: MANAJEMEN DI MASA YANG AKAN DATANG
Kegiatan Belajar 1 : Pengaruh TIK  (ICT) pada Pekerjaan Manajerial
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information Communication and Technology (ICT) walaupun dapat melakukan beberapa tipe pekerjaan dengan sangat cepat dan lebih akurat daripada yang dilakukan manusia, tetapi belum menimbulkan pengangguran yangluas, sekalipun diantara pekerja administrasi kantor (clerical workers) yang pekerjaannya paling mungkin diambil alih oleh komputer.
1. Pengaruh terhadap Tenaga Kerja
Adanya kekhawatiran menurunnya jumlah pekerja administrasi yang tersedia di sektor ekonomi sehingga dapat memperbesar jumlah pengangguran di kalangan tenaga kerja yang baru memasuki pasaran kerja. Tetapi, kekhawatiran ini tampaknya belum terjadi karena tidak adanya pengangguran tenaga administrasi disebabkan pekerjaan perkantoran dari tahun ketahun bertambah banyak. Selain itu, survei penggunaan TIK (ICT) diperusahaan menumbuhkan petugas pengawasan yang semula dua orang menjadi duapuluh orang setelah dipasangkan dipabrik dan digunakan dalam beberapa bagian organisasi.
2. Pengaruh terhadap Isu Pekerjaan (Job Content)
Makin bertambahnya pekerjaan manajer tingkat rendah dan manajer tingkat menengah untuk mempelajari tentang TIK (ICT). Manajer harus pula membantu programmer untuk mengerti apa yang dibutuhkan serta mampu mempelancar sistem kerja komputer ketika komputer pertama kali dipasang. Selain itu dengan adanya TIK (ICT) diperlukan pembinaan petugas atau karyawan  melalui pemindahan dan latihan bagi mereka.
3. Pengaruh terhadap Struktur Organisasi
Top management lebih banyak mendapat informasi dari adanya komputerisasi dan mempengaruhi sentralisasi dan desentralisasi perusahaan.
4. Tempat bagi Pegawai Komputer
Adanya Communication Gap antara top management dengan ahli komputer.





Kegiatan Belajar 2 : Manajemen di Masa yang Akan Datang    
Manajemen di masa yang akan datang dipengaruhi oleh sebagai berikut:
1. Faktor lingkungan luar (Eksternal) yaitu pengawasan dari pemerintah terhadap dunia bisnis memang mutlak diperlukan. Disamping itu inovasi modal pada beberapa proyek inovasi yang berat, hanyalah pemerintah yang membiayainya. Selain itu adanya peranan pemerintah dalam pengawasan perusahaan untuk menghindari adanya privasi terhadap sejumlah orang yang bekerja di perusahaan tersebut.
2. Adanya perusahaan besar dan perusahaan kecil. Pada perusahaan besar akan timbul masalah adanya kesulitan koordinasi, kurangnya fleksibilitas, lemahnya semangat kerja yang tinggi dan kekuasaan para eksekutif yang mana berbanding terbalik dengan perusahaan kecil.
3. Tenaga kerja
Adanya otomasi yang telah memungkinkan hasil yang lebih besar dengan lebih sedikitnya jam kerja buruh dan adanya pembayaran upah dari perjam menjadi perminggu karena pengaruh dari stabilitas permintaan

Manajer di masa depan akan memerlukan berbagai pengetahuan jauh lebih banyak daripada manajer sekarang, khususnya dalam matematika. Walaupun beberapa keputusan sekarang dapat dirutinitaskan melalui penggunaan komputer, pembuatan keputusan oleh manusia masih tetap diperlukan.

Teori Neo-Klasik dan Modern


1.      Latar belakang lahirnya Teori Neo-Klasik dan Modern

A.    Teori Neo-Klasik
Teori organisasi Neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Teori organisasi Neoklasik merubah, menambah, dan dalam banyak  hal memperluas teori klasik. Teori organisasi Neoklasik didefinisikan sebagai suatu organisasi sebagai kelompok dengan tujuan bersama. Bila pada teori klasik banyak menitik beratkan pembahasannya pada struktur, tata tertib, organisasi formal, faktor-faktor ekonomi dan rasionalitas tujuan sedangkan teori neoklasik banyak menekankan pentingnya aspek social dalam pekerjaan atau organisasi informal dan aspek psikologis (emosi).
Teori Neo-Klasik muncul pada kira-kira tahun 1930 sewaktu dunia dilanda resesi yang hebat. Latar belakang timbulnya teori ini ialah sebagai ketidakpuasan terhadap efek yang ditimbulkan oleh penerapan manajemen klasik pada perusahaan-perusahaan yang menganggap manusia sebagai mesin dalam proses produksi. Manusia sebagai makluk sosial mempunyai naluri untuk berhubungan dengan sesamanya dan tidak mungkin memencilkan dirinya. Oleh sebab itu, manusia di dalam organisasi harus dipandang sebagai manusia yang punya perasaan dan bukan sebagai mesin saja seperti pandangan Teori Klasik. Pandangan inilah yang dianut oleh Teori Neoklasik yang di satu arah berkembang pada Human Relation Movement dengan pendekatan behavioral dan pada arah lain berkembang Management Sciences dengan pendekatan kuantitatif.
Hugo Munsterberg adalah salah satu tokoh neoklasik pencetus “Psikologi Industri”. Hugo menulis sebuah buku “Psychology and Industrial Effeciency” tahun 1913. Buku tersebut merupakan jembatan antara manajemen ilmiah dan neoklasik. Inti dari pandangan Hugo adalah menekankan adanya perbedaan karakteristik individu dalam organisasi dan meningkatkan adanya pengaruh faktor sosial dan budaya terhadap organisasi.
Munculnya teori neoklasik diawali dengan inspirasi percobaan yang dilakukan di Pabrik Howthorne tahun1924 milik perusahaan Western Electric di Cicero yang disponsori oleh Lembaga Riset Nasional Amerika. Percobaan yang dilakukan Elton Mayo seorang riset dari Western Electric menyimpulkan bahwa pentingnya memperhatikan insentif upah dan kondisi kerja karyawan dipandang sebagai faktor penting peningkatan produktifitas.
Teori neoklasik menyatakan bahwa struktur merupakan penyebab terjadinya pergeseran-pergeseran internal diantara orang-orang yang melaksanakan funsi yang berbeda-beda, biasanya terjadi antara ini dan staf. Memnurut Melville Dalton penyebabnya adalah :
1.                Perbedaan tugas antara orang lini dan staf, orang lini lebih teknis dan generalis sedangkan orang staf spesialis.
2.                Perbedaan umur dan pendidikan, orang staf lebbih muda tapi lebih berpendidikan.
3.                Perbedaan sikap, staf harus membuktikan eksistensiny adan merassa selalu di baewah perintah orang lini, namun orang lini curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasaannya.
Titik tekanan teori neoklasik adalah dua elemen pokok dalam organisasi yaitu prilaku individu dan kelompok kerja. Standar dan norma-norma kelompok informal dapat menyebabkan tidak jalannya kebijaksanaan organisasi formal. Usaha yang harus dilakukan manajer adalah mengembangkan suatu hubungan kerja sama dengan organisasi informal. Faktor-faktor yang dapat menentukan munculnya organisasi informal :
1.             Lokasi, untuk membentuk  suaatu kelompok, harus mempunyai tatap muka yang ajeg
2.             Jenis pekerjaan, manusia yang mempunyai pekerjaan yang sama cenderung membentuk kelompok bersama.
3.             Minat, perbedaan minat antara orang di organisasi akan menjelaskan alasan munculnya beberapa organisasi informal.
4.             Masalah-masalah khusus


B.     Teori Modern
Teori ini muncul pada tahun 1950 sebagai akibat ketidakpuasan dua teori sebelumnya yaitu klasik dan neoklasik. Teori modern sering disebut dengan teori “Analisa Sistem” atau “Teori Terbuka” yang memadukan antara teori klasik dan neoklasik. Teori organisasi modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan. Organisasi bukan sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka yang berkaitan dengan lingkungan.
Teori modern menyebutkan bahwa kerja suatu organisasi adalah sangat kompleks, dinamis, multilevel, multidimensional, multi variable, dan probabilistic. Sebagai suatu sistem, organisasi terdiri atas 3 (tiga) unsur ,yaitu :
1.      Unsur struktur yang bersifat makro
2.      Unsur proses yang juga bersifat makro
3.      Unsur perilaku anggota organisasi yang bersifat mikro.
Ketiga unsur diatas saling kait-mengait dan sebenarnya tak terpisahkan satu sama lain.
Teori Sistem Umum
            Teori sistem umum merupakan suatu aspek analisis organisasi yang berusaha untuk menemukan kaidah-kaidah umum organisasi yang berlaku universal. Tujuan teori sistem umum adalah penciptaan suatu ilmu pengetahuan organisasional universal dengan menggunakan elemen-elemen dan proses-proses umum seluruh sistem sebagai titk awal.
            Ada beberapa tingkatan sistem yang harus diintegrasikan. Kenneth Boulding mengemukakan klasifikasi tingkat-tingkat sistem sebagai berikut :
1.      Struktur statik
2.      Sistem dinamik sederhana
3.      Sistem sibernetik
4.      Sistem terbuka
5.      Sistem genetika social
6.      Sistem hewani
7.      Sistem manusiawi
8.      Sistem social
9.      Sistem transdental
Konsep sistem ini menjadi dasar utama analisa organisasi akan teori organisasi modern. Teori organisasi modern mempunyai kesamaan dengan teori sistem umum dalam cara memandang organisasi sebagai sesuatu yang terintegrasi.

Teori Organisasi dalam Suatu Kerangka Sistem
            Teori organisasi modern adalah multidisipliner yang konsep-konsep dan teknik-tekniknya dikembangkan dari banyak bidang studi. Teori modern berusaha untuk memberikan sintesa yang menyeluruh bagian-bagian yang berhubungan dengan semua bidang studi tersebut untuk mengembangkan suatu teori organisasi yang diterima umum. Hal ini sering disebut analisa system pada organisasi.
            Faktor-faktor yang membedakan kualitas teori organisasi modern dengan teori-teori lainnya adalah dasar konseptual – analitiknya, ketergantungannya pada data riset empiric, dan di atas semuanya, sifat pemaduan dan pengintegrasikannya. Kualiatas-kualitas ini merupakan kerangka filosofi yang diterima sebagai suatu cara untuk mempelajari organisasi sebagai suatu sistem.

2.      Perbedaan Teori Neo-Klasik dan Modern

A.    Teori Neo-Klasik
1.      Teori Neo-Klasik berfokus kepada efektivitas
2.      Berorientasi kepada orang (people oriented) yang memandang manusia kerja sebagai manusia yang hidup. Dari segi ini teori Neo-Klasik juga disebut Teori Organisasi Organik.
3.      Sistem atau mekanisme kerjanya berkelompok yang terbentuk dari hubungan perasaan / pribadi. Dari segi ini organisasi Neo-Klasik juga disebut Organisasi Informal.
4.      Pengawasan perilaku dan tugas pekerjaan anggotanya dilakukan oleh kelompok.
B.     Teori Modern
1.      Teori Modern berfokus kepada dinamika interaksi yang timbul dalam struktur organisasi.
2.      Berorientasi kepada keinginan individu dan keinginan organisasi. Setiap individu adalah bagian dari kelompok yaitu organisasi dan harus dipandang sebagai orang yang punya keinginan dan peranan sehingga dalam mengerjakan sesuatu dilakukan dengan semangat kerja tanpa mengorbankan baik keinginan individu maupun keinginan organisasi.
3.      Sistem atau mekanisme kerjanya sebagai suatu sistem sosial yang dinamis, yaitu interaksi kerja sama antara manusia dengan tujuan memuaskan kebutuhan individu. Individu, organisasi dan pelanggan adalah bagian dari lingkungan. Pandangan ini mecakup segi informal dari organisasi.
4.      Sistem pengawasannya melalui umpan balik informasi menyumbang langsung kepada perkembangan komputer. Ia menggambarkan bahwa sistem adaptif tergantung kepada pengukuran dan koreksi melalui umpan balik informatif.
Daftar Pustaka
-          Mirrian Sjofjan Arif. Organisasi dan Manjemen. Cetakan ke-5; Edisi ke-2. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka,2016.
-          https://muhamadmuslihlatief91.wordpress.com/2013/05/03/33-teori-organisasi-modern/

PERMASALAHAN TERKAIT BIROKRASI DAN POLITIK DI INDONESIA




A.    Pengertian Birokrasi
Birokrasi dimaksudkan sebagai satu sistem otorita yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai peraturan. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisasi secara teratur, suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang banyak. Pandangan pengertian birokrasi dari para ahli adalah sebagai berikut:
  1. Menurut Firtz Morstein Marx, merumuskan birokrasi sebagai tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk pelaksanaan tugas-tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.
  2. Menurut Ferrel Heady, organisasi birokratik disusun sebagai satu hirarki otorita yang begitu terperinci, yang mengatasi pembagian kerja dan juga telah amat terperinci.
  3. Menurut Blau dan Page, menunjukan bahwa birokrasi tidak hanya dikenal dalam organisasi pemerintahan saja, tetapi juga pada semua organisasi-organisasi besar, seperti organisasi militer dan organisasi-organisasi niaga.
  4. Menurut Dennis Wrong, birokrasi merupakan organisasi yang dibentuk sepenuhnya untuk mencapai satu tujuan tertentu dari berbagai aneka tujuan; ia diorganisasi secara hirarkis dengan jalinan komando yang tegas dari atas ke bawah; ia menciptakan pembagian pekerjaan yang jelas yang menugasi setiap orang dengan tugas yang spesifikasi; peraturan-peraturan umum dan ketentuan-ketentuan yang menuntut semua sikap dan usaha untuk mencapai tujuan; karyawan dipilih terutama berdasarkan kompetensi dan keterlatihannya; dan kerja dalam birokrasi cenderung merupakan pekerjaan sepanjang hidup.

B.     Sistem Pemerintahan di Indonesia
Saat dideklarasikan pada 17 Agustus 1945, Indonesia menganut sistem parlementer dimana negara ini memiliki seorang presiden sebagai kepala negara dan memiliki seorang perdana menteri untuk menjadi kepala pemerintahannya. Kemudian Indonesia merubah sistem pemerintahannya menjadi presidensial, yaitu negara yang dipimpin oleh seorang presiden yang sekaligus menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan bagi negaranya. Sistem ini berjalan hingga ada kesepakatan antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1949. Belanda yang masih berniat menguasai Indonesia sebagai negara jajahanya berupaya untuk memecah belah Indonesia dengan mendirikan negara-negara boneka di wilayah Indonesia. Maka Indonesia kembali merubah sistem pemerintahannya seperti pada saat awal kemerdekaan Indonesia yaitu sistem parlementer dan konstitusipun berubah menjadi UUD 1950 serta bentuk negara yang semula negara kesatuan juga berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Namun karena rakyat tidak setuju dan Presiden Soekarno meneruskan perjuangannya kembali maka Indonesia kembali menjadi negara kesatuan namun tetap dengan menggunakan konstitusi UUD 1950. Pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya adalah kembali pada konstitusi yang semula yaitu UUD 1945. Sampai sekarang Indonesia masih menganut sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi UUD 1945.
C.     Birokrasi dan Politik di Indonesia
Penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik (good governance) menjadi agenda utama di Indonesia dewasa ini. Tuntutan reformasi yang dirumuskan dalam slogan anti korupsi, kolusi dan nepotisme menggambarkan kebobrokan sistem pemerintahan negara yang didominasi oleh pemerintah, dengan aktor-aktor utama tersebut di muka, dan dalam sektor swasta yang seharusnya mandiri dan bebas dari intervensi pemerintah. Maka, reformasi pemerintahan negara (governance reform) yang terfokus pada pihak eksekutif dan administrasi negara merupakan salah satu jalur strategis bagi tercapainya good governance. Untuk itu terdapat berbagai strategi pencapaiannya.
Pertama, usaha telah dijalankan untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratik dan legitimate. Perkembangan sistem multi partai menjadi saluran bagi masyarakat untuk mendirikan asosiasi politik dan menjatuhkan pilihannya secara bebas. Penyelenggaraan pemilu oleh lembaga yang independen (KPU) dan pemantauan oleh masyarakat sipil (domestik dan international), telah meningkatkan kredibilitas sistem pembentukan legislatif dan eksekutif.
Kedua, seharusnya diperjelas otoritas pemerintahan baru di hadapan birokrasi lama. Tetapi hal ini belum memungkinkan, baik karena ketidakjelasan pengaturan, tidak adanya dukungan legislatif, maupun resistensi birokrasi lama. Masalah-masalah yang muncul dalam penunjukan pejabat-pejabat politik (political appointess), misalnya, mencerminkan bahwa watak Indonesia sebagai beambtenstaat (negara birokrasi) masih menonjol. Dalam sistem politik yang demokratik dan menghasilkan pemerintahan yang legitimate, seharusnya wajar belaka jika pemerintah berhak menentukan jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi negara. Jika tidak, maka pemerintahan yang demokratik akan dibajak oleh sistem birokrasi lama. Upaya memperjelas masalah ini dapat dimulai dengan menghasilkan perundang-undangan tentang lembaga kepresidenan. Dalam pengaturan itu ditentukan tentang otoritas politik, hak-hak dan kewajibannya, dan akuntabilitas.
Ketiga, reformasi administrasi negara. Seperti diketahui bersama, birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi yang menggurita. Mereka bukan hanya berada di lingkaran eksekutif seperti Sekretariat Negara, Departemen, Lembaga Non-departemen, dan BUMN, melainkan juga di lembaga perwakilan rakyat dan peradilan. Upaya awal sudah dilakukan, seperti transfer administrasi peradilan umum dari Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung, atau penentuan anggaran sendiri oleh lembaga perwakilan rakyat. Namun banyak hal masih harus dilakukan dalam reformasi administrasi negara ini. Secara umum reformasi itu mencakup peran atau tugas sistem administrasi negara antara lain guna melayani masyarakat secara aspiratif daripada melayani kepentingan sendiri melalui kolusi dengan dunia usaha dan nepotisme. Peran lain adalah memberi ruang pada masyarakat dan sektor swasta untuk berkembang dari bawah (bottom-up) dan di daerah (decentralization).
Keempat, kultur dan etika birokrasi. Kultur keterbukaan, pelayanan yang cepat, dan etika pejabat harus ditingkatkan. Pelayanan yang lamban sudah menjadi ciri birokrasi kita (perhatikan layanan KTP, pemasangan saluran telepon baru atau air minum). Etika jabatan menyangkut hal-hal seperti larangan perangkapan jabatan, berkolusi, penerimaan uang pelicin dan lain-lain.
Kelima, masalah sumber daya manusia yang memerlukan rekruitmen berdasarkan kualitas dan profesionalisme, peningkatan pelatihan, promosi reguler berdasarkan merit system, dan meningkatnya kesejahteraan (bandingkan antara gaji guru dengan pejabat esselon, juga pegawai negeri sipil-militer dengan pegawai BUMN).
Keenam, pengawasan administrasi negara. Hal ini dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Pengawasan preventif melekat pada sistem administrasi negara yang bersangkutan, seperti kejelasan job description, pengawasan oleh atasan, dan secara umum berupa penyelenggaraan pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip yang baik, yang harus diikuti atau diwujudkan dalam menghasilkan legislasi. Indonesia belum memiliki ketentuan hukum dalam hal ini. Sedangkan secara represif, pengawasan ini dapat berwatak politis, yaitu melalui DPR dan DPRD, maupun berwatak yudisial melalui peradilan adminastrasi yang terbatas pada keputusan konkret (beschikking).
Memang banyak hal yang harus diperbaiki diantaranya peran legislatif dalam mengutamakan kepentingan publik harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan partai atau golongan. Pemahaman anggota (yang baru) mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Maupun birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur peradilan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ketidakpatuhan birokrasi dalam menjalankan putusan hakim juga menuntut pemberdayaan putusan peradilan administrasi.  Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju clean and the good governance, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.

D.    Teori dan Konsep yang Relevan Terhadap Permasalahan dalam Sistem Pemerintahan Indonesia
Teori Birokrasi Max Weber
Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.
Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.
Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.
Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.
Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda.  Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.
Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.
Ketujuh,uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.

Adapun kelebihan dan kekurangan Teori  Birokrasi Weber :
Kelebihan Teori  Birokrasi Weber :
1.      Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.
2.      Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat bercorak ragam.
3.      Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan dari Max Weber, yaitu:
a.       Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.
b.      Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.
c.       Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.
d.      Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.

Kelemahan - kelemahan Teori  Birokrasi Weber :
      1.   Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
      2.   Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
      3.   Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
      4.   Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi

Contoh penerapan teori Max Weber yaitu:
Di Indonesia adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya.
Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup dan handal (viable bureaucraticinfrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik di Indonesia menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya.
Birokrasi di Indonesia perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain : (a) birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan; (b) birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat); (c) birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan system dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu; (d) birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan; (e) birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi.
Pendekatan Weberian dalam penataan kelembagaan yang berlangsung dalam pendayagunaan aparatur negara hingga dewasa ini, secara klasikal menegaskan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horisontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya, disertai tata kerja yang formalistik dan pengawasan yang ketat. Dalam pertumbuhannya, birokrasi di Indonesia berkembang secara vertikal linear, dalam arti “arah kebijakan dan perintah dari atas kebawah, dan pertanggungjawaban berjalan dari bawah ke atas”, demikian pula “loyalitasnya”; karenanya koordinasi lintas lembaga yang umumnya dilakukan secara formal sulit dilakukan. Birokrasi di Indonesia juga masih di pengaruhi sikap budaya “feodalistis”, tertutup, sentralistik, serta ditandai pula dengan arogansi kekuasaan, tidak atau kurang senang dengan kritik, sulit dikontrol secara efektif, sehingga merupakan lahan subur bagi tumbuhnya KKN atau pun neo-KKN.
Dalam kondisi seperti itu akan sulit bagi Indonesia untuk menghadirkan clean government dan good governance. Berbagai fenomena di atas mengungkapkan perlunya pelaksanaan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan sistimatis sebagai bagian dari pembangunan Sistem  dministrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI). Dalam konteks SANKRI, reformasi birokrasi yang dilakukan harus beranjak pada amanat konstitusi NKRI, memperhatikan tantangan lingkungan stratejik internal dan eksternal yang dihadapi, mencakup keseluruhan unsur sistem administrasi negara dan birokrasi secara tepat, sesuai dengan tantangan lingkungan stratejik (internal dan eksternal) yang dihadapi, dan bertitik berat pada peningkatan “daya guna, hasil guna, bersih, dan bertanggung jawab, serta bebas KKN”, disertai pula upaya-upaya perubahan perilaku secara mantap.
Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihak-pihak tertentu yang jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Sejarah Indonesia Merdeka menunjukan, birokrasi yang tidak netral telah turut membawa Indonesia pada jurang kekacauan politik; dan birokrasi yang tidak netral selalu tumbuh bersama dengan kekuatan dan kepentingan politik atau golongan tertentu, selalu terjebak dalam godaan KKN, dan akhirnya juga membawa negara kita pada kehancuran ekonomi. Hal semacam itu telah terjadi pada setiap “rezim pemerintahan”; dengan akibat dan dampak yang serupa berupa kelemahan bangunan kelembagaan hukum, dan kehancuran kehidupan ekonomi, politik, dan sosial. Reformasi birokrasi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya dirancang sebagai birokrasi yang rasional dengan pendekatan struktural-hirarkikal (tradisi weberian).
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
·         Kesimpulan
Reformasi birokrasi harus merupakan bagian dari reformasi sistem dan proses, administrasi negara. Dalam konteks SANKRI, reformasi birokrasi di dalamnya pada hakikinya merupakan transformasi berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi. Dalam hubungan itu, reformasi birokrasi juga merupakan jawaban atas tuntutan akan tegaknya aparatur pemerintahan yang berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab, bersih dan bebas KKN. Selain itu situasi politik Indonesia, ditunjukkan oleh pengambilan keputusan politik dan mekanisme legislasi hukum yang berjalan secara demokratis dalam Pemilihan Umum yang berjalan sesuai sifat-sifat demokrasi seperti langsung, bebas, jujur, dan adil.
·         Rekomendasi
Untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan misi atau perannya yang sebenamya selaku “pelayan publik” (public servant), diperlukan kemampuan dan kemauan kalangan birokrasi untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup perubahan perilaku yang mengedepankan “netralitas, professionalitas, demokratis, transparan, dan mandiri”, disertai perbaikan semangat kerja, cara kerja, dan kinerja terutama dalam pengelolaan kebijakan dan pemberian pelayanan publik, serta komitmen dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk memperbaiki cara kerja birokrasi diperlukan birokrasi yang berorientasi pada hasil. Selanjutnya, diperlukan sosok pemimpin yang memiliki komitmen dan kompetensi terhadap reformasi Birokrasi negara secara tepat, termasuk dalam penyusunan agenda dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan pembangunan yang ditujukan pada kepentingan rakyat, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa. Dalam rangka itu, diperlukan pula reformasi struktural, seperti independensi sistem peradilan dan sistem keuangan negara, disertai upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya kepada publik.


DAFTAR PUSTAKA
-       Ali Mufiz. Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka, 2016.
-       Albrow, Martin, 1996, Birokrasi,Yogyakarta, Tiara Wacana.
-       Blau, Peter.M dan Meyer, Marshall.W, 2000, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Jakarta, Prestasi Pustakaraya.

Kaitan Kaidah dengan Kaidah-Kaidah Sosial Lainnya

Pengertian Kaidah merupakan patokan atau ukuran sebagai pedoman bagi manusia dalam bertindak. Kaidah juga dapat dikatakan sebagai aturan ...